Sabtu, 05 September 2015

Bapak Penjual Singkong

Sore itu sekitar pukul 17.00 WIB dengan kondisi cuaca gerimis aku melintasi sebuah jembatan dengan mengendarai sepeda motor. Terlihat di salah satu sisi jembatan, di atas trototar, seorang bapak tua sedang menjajajakan dagangannya. Si Bapak Tua itu hanya beralaskan tikar sebagai tempat duduknya, memakai pakaian sederhana, dan menggelar ubi singkong dagangannya di atas trotoar meski dalam kondisi diterpa gerimis air hujan. Terlintas perasaan iba, kasihan, sekaligus salut yang aku rasakan. Iba ketika melihat seorang bapak-bapak tua yang seharusnya bisa menikmati masa pensiunnya untuk bermain dengan cucu di rumah, ternyata masih harus bekerja keras demi memberik nafkah keluarga. Ada rasa kasihan melihat kondisi tersebut, ketika Si Bapak Tua menjual ubi singkongnya di tempat terbuka tanda adanya atap untuk berteduh, padahal kemungkinannya adalah kecil sekali akan adanya seseorang untuk membeli dagangan Si Bapak. Salut, meskipun dengan kondisi perekonomiannya yang penuh keterbatasan, Si Bapak Tua masih memiliki tekad yang kuat untuk berjuang. Beliau masih menguatkan diri untuk mencari rezeki dengan cara yang baik dan bermartabat. Bukan menjadi seorang peminta-minta.
Sumber : imelda.coutrier.com

Si Bapak Penjual Singkong, mungkin seperti itu aku menyebutnya, menurutku adalah seorang laki-laki yang meskipun sudah berusia senja, tetapi masih memiliki semangat untuk menjalani kehidupan dengan cara yang bermartabat dan juga terhormat. Menjual suatu barang yang sudah tidak familiar di kota besar bukanlah perkara gampang, ditambah lagi berat barang yang harus dipikul oleh Si Bapak dalam menjajakannya singkongnya kepada calon pembeli. Seberapa kuat fisik seorang bapak tua untuk berjalan kaki mengarungi jalanan kota yang penuh dengan sepeda motor, mobil, dan kendaraan besar lain? Resiko tertabrak kendaraan juga tidak menjadi halangan baginya untuk tetap berjuang demi keluarganya. Sekiranya bukan kekuatan fisik yang menggerakkan Si Bapak Tua untuk berjalan jauh meninggalkan rumahnya dan mencari calon pembeli untuk ubi singkong dagangannya. Adalah kekuatan hati dan rasa cinta pada keluarga yang menguatkannya melakukan hal tersebut.

Mengapa Si Bapak Tua lebih memilih Singkong untuk dijual? Mengapa bukan barang dagangan lain yang dijualnya? Karena tentun sulit untuk mendapatkan pembeli dari ubi singkong mentah di kota-kota besar, terlebih kehidupan di kota besar lebih banyak didominasi oleh masyarakat yang terbiasa dengan hal-hal serba praktis. Si Bapak Tua mungkin sudah tidak memiliki hal lain lagi untuk dijual agar mendapatkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Beliau ini saya kira adalah orang yang luar biasa. Alih-alih memilih untuk menjadi seorang peminta-minta atau pengemis, beliau lebih memilih untuk tetap berusaha menjemput rezekinya dengan cara menjual ubi singkong mentah yang kecil kemungkinannya untuk dibeli.
Si Bapak Tua menjual barang dagangannya di tengah gerimis air hujan yang menerpa. Ancaman sakit karena kehujanan beliau hiraukan demi bisa terjualnya barang dagangan. Di waktu senja yang seharusnya setiap orang pulang ke rumah keluarganya masing-masing, ternyata Si Bapak Tua masih terus setia menjajakan barang dagangannya. Apakah beliau tidak ingin pulang? Sangat ingin tentunya. Peraasaan kasih sayangnya pada keluarga mengalahkan rasa letih dan capek yang beliau alami setelah harus berjalan jauh untuk berjualan dan menunggui barang dagangan miliknya.

Ada banyak hikmah yang bisa aku ambil dari Si Bapak Penjual Singkong tersebut. Ingatanku tentang SI Bapak Penjual singkong masih membekas hingga sekarang. Tidak terbayang bagaimana rasanya jika Si Bapak Penjual Singkong tersebut adalah ayah kita, kakek kita, atau saudara yang masih berkerabat dekat dengan kita. Kejadian itu sudah cukup lama, namun aku masih bisa terus mengambil pelajaran darinya. Bahkan hingga saat ini. Pelajaran hidup tentang makna perjuangan, rasa sayang, dan pantang berputus asa. Selayaknya kita juga harus menjadi pribadi yang bersyukur karena masih diberikan kelimpahan rezeki dan hidup berkecukupan. Memiliki pekerjaan yang baik dan penghasilan yang jumlahnya lebih besar daripada Si Bapak Tua yang menjual singkong tersebut.

Dipublikasikan oleh : Agil S Habib